Entri Populer

Rabu, 12 Oktober 2011

Pesanggrahan Dan Permandian OI WOBO

16 Mei
Obyek wisata yang satu ini merupakan obyek wisata alam sekaligus sejarah. Karena tempat ini juga di kenal dengan pesanggarahan (Tempat Peristirahatan) para pejabat Belanda dan dibangun pada masa kolonial. Jaraknya hanya sekitar 20 menit perjalanan dari Kota Raba-Bima. Suasana sejuk dengan jernihnya air dari kolam renang yang berada di samping Pesanggarahan merupakan ciri khas obyek wisata ini. Oi Wobo terletak di desa Maria kecamatan Wawo. Setiap akhir pekan Oi Wobo selalu dikunjungi wisatawan domestik. Obyek wisata ini sering pula digunakan oleh Jajaran Pemerintah Kabupaten Bima untuk rapat dan menggelar berbagai kegiatan.
Menurut Legenda, adanya mata air Wobo ini berawal dari keinginan Putera Mahkota Kerajaan Bima untuk melakukan perjalanan dan petualangan ke arah Matahari Terbit. Ketika di tengah hutan mereka kelaparan dan kehausan. Sementara bekal mereka sudah habis. Akhirnya Putera Mahkota mengeluarkan tongkatnya dan Wobo (Bima : Cambuk). Putera Mahkota memukul bebatuan di sekitar hutan itu, maka keluarlah mata air dari celah bebatuan. Alangkah girangnya semua pengikut Putera Mahkota itu. Mereka meminum sepuas-puuasnya.
Pada perkembangan selanjutnya mata air itu mengalir menuju ke segala lini. Masyarakat mendekati tempat itu dan mendirikan perkambungan yang hingga saat ini dikenal dengan Rasa Wawo ( Kampung Atas). Karena lokasinya memang di daerah pegunungan dengan cuaca yang dingin dan sejuk. Pada masa kolonial di sekitar mata air ini dibangun sebuah tempat peristirahatan yang dikenal dengan Pesanggarahan. Di Bima ada dua bangunan bersejarah yang dibangun semacam ini, yaitu di Wawo dan Donggo. Keduanya memang berada di daerah pegungungan yang dingin dan sejuk.
Pesanggrahan dan Kolam Renang Oi Wobo adalah salah satu situs sejarah dan sumber PAD bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bima. Biaya masuk ke lokasi ini sebesar Rp.5000 untuk kendaraan roda 4 dan Rp.1000 per orang. Perlu penataan dan pengelolaan yang lebih professional dalam rangka memanfaatkan obyek wisata ini demi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.






Warisan Itu Telah Kembali

05 Mei
Sejarah mencatat bahwa Bima memiliki Aksara yang pernah dipakai oleh masyarakat Bima ratusan tahun yang lalu. Hal ini tentunya merupakan sebuah kelalaian sejarah karena warisan yang berharga itu sempat hilang dan sebagian ada di negeri Belanda. Namun berkat kegigihan Hj. Siti Maryam Rachmat M. Salahuddin (Puteri dari Sultan Muhammad Salahuddin Bima), naskah Aksara Bima itu kembali ditemukan.
Menurut Ina Ka’u Mari (panggilan Akrabnya), pada sekitar tahun 1987 beliau menemukan satu naskah di Perpustakaan Museum Nasional RI di Jakarta dalam bentuk selembar dokumen yang merupakan hasil dari laporan perjalanan seorang peneliti Belanda yang bernama Zolinger. Peneliti Belanda itu memang pernah melakukan perjalanan ke Bima dan Sumbawa pada bulan Mei hingga Desember 1847. Dokumen tersebut berjudul Bahasa Bima Yang Telah Hilang. Aksara Bima juga ditulis dalam Buku RAFFLES yang berjudul THE HISTORY OF JAVA(1878). Lalu pada tahun 1990 hingga 1991, seorang guru besar dari Universitas Leiden Belanda yang juga seorang ahli bahasa dan aksara Bugis bernama J.Noorduyn datang ke Mataram dengan tujuan khusus bertemu dengan Ina Ka’u Mari untuk memperlihatkan dokumen foto kopi dokumen yang kala itu tertulis di atas lontar yang tersimpan rapi di Leiden.
Aksara dalam dokumen yang ditemukannya tersebut, bukan Aksara Bugis dan peneliti itu tidak bisa membacanya. Setelah itu dilakukan penelitian yang intensif dan ternyata yang dibawa Noorduyn itu adalah Aksara Bima yang kebetulan juga ada sebagian aksara yang masih tercecer di Museum Samparaja Bima maupun di Museum Nasional RI Jakarta. Hasilnya huruf-huruf dalam naskah itu dipadukan dan dikaji satu persatu di Universitas Leiden. Kemudian dibawa kembali ke Bima untuk dikaji lagi. Dan hasilnya luar biasa, terangkailah Kalimat Bahasa Bima dengan aksaranya A sampai Z. Aksara Bima baru dapat dideklarasikan pada tahun 2007 pada acara penutupan Simposium Internasional Penaskahan Nusantara XI yang dilaksanakan di Bima. Kini Aksara Bima telah dimanfaatkan sebagai bahan muatan lokal untuk sekolah-sekolah di kabupaten maupun Kota Bima serta untuk kalangan umum

1 komentar: