Entri Populer

Rabu, 12 Oktober 2011

Kolo “ Importir” Barang Singapura

13 Mei
Entah sejak kapan, masyarakat kelurahan Kolo ini menjalin hubungan dengan orang-orang Singapura. Menurut penuturan Ibrahim Ama La (70 thn), pada zaman dulu terutama ketika menjelang Idhul Fitri ada kapal asing yang berlabu di tengah laut. Lalu nelayan dan masyarakat Kolo berbondong-bondong ke kapal itu untuk membeli barang-barang berupa pakaian bekas dengan harga murah yaitu sekitar Rp.2.500 hingga Rp.5.000. Jalinan persaudaraan it uterus berlanjut dari tahun ke tahun. Pada perkembangan selanjutnya, kapal-kapal Singapura ini menawarkan paket dalam partai besar dalam bentuk satu karung pakaian bekas yang dijual dengan kisaran harga antara Rp.150.000 hingga Rp.500.000. Tapi rata-rata harganya pada saat itu sebesar Rp.175.000 per karung.
Namun sejak sepuluh tahun terakhir sudah banyak pemilik modal di Kolo yang langsung menuju Singapura menggunakan kapal-kapal layer kecil. Disana mereka menjalin hubungan dengan para Toke yang menjadi mitra bisnis. Dan sekarang bukan hanya pakaian bekas yang dibawa para pedagang Kolo dari Singapura tapi juga barang-barang elektronik sperti TV, Radio, Kulkas, AC,Komputer, Laptop, Handphone dan produk elektronik lainnya.
Masuknya barang-barang Singapura membuat kelurahan ini sagat ramai dikunjungi oleh warga di luar Kolo. Kerahan Kolo terletak di pinggir perairan Selat Bima merupakan pintu masuk bagi kapal-kapal yang umumnya berlayar mengarungi Laut Flores. Kolo masuk dalam wilayah kecamatan Asa Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 3000 jiwa. Luas wilayah kelurahan ini adalah 9,25 km dan berjarak sekitar 15 Kilometer dari pusat Kota Raba di Kota Bima. Mata pencaharian warga sebagian besar adalah nelayan, petani dan pedagang terutama pedagang barang-barang bekas dari Singapura.

TORO WAMBA

12 Mei
Toro Wamba merupakan salah satu Obyek Wisata yang berada di Kecamatan Sape tepatnya di Desa Lamere, dan berjarak 2 km dari pemukiman masyarakat lokal, dengan jarak lebih kurang 6 km dari Ibu Kota Kecamatan Sape. Obyek ini dapat dijangkau oleh kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua.
Toro Wamba menyajikan khas sajian alam daerah tropis yaitu pantai dengan air yang jernih dengan hamparan pasir putih, kemudian berbagai macam aktivitas yang dapat di laksanakan oleh wisatawan seperti berenang, snorkling, diving, memancing, berjemur serta bersantai. Toro Wamba juga menyediakan akomodasi (penginapan) yang berartistik lokal yang dapat dijangkau serta dikelola langsung oleh masyarakat setempat.
Seharusnya Toro Wamba ini ditata untuk dijadikan obyek wisata andalan bagi daerah Kabupaten Bima. Karena obyek ini akan dapat mendatangkan sumber Pemasukan Asli Daerah.

Taman Ria Di Jantung Kota

22 Mei
Entah sejak kapan warga Bima menyebut tempat ini dengan Taman Ria. Tapi yang jelas tempat ini adalah sebuah taman yang Asri dan sejuk di jantung Kota Bima.Pohon-pohon besar di sekeliling tempat ini diperkirakan telah berumur ratusan tahun. Ada juga beberapa yang sudah tumbang karena usia dan angin kencang.
Menurut penuturan H. Abubakar Ismail salah seorang budayawan dan sesepuh masyarakat Bima, bahwa di tempat ini ribuan tahun silam pernah menjadi pelabuhan Bima karena di atas bukit Gunung Dua ada sebuah batu besar yang dipercayai sebagai jelmaan seorang perempuan yang menunggu kedatangan suaminya dalam Legenda Wadu Ntanda Rahi. Dengan demikian, antara Gunung Dua dengan tempat ini memiliki keterikatan sejarah.
Sumber lainnya menyebutkan bahwa di tempat ini juga ada sebuah pohon Mangga Besar yang disebut dengan Fo’o Dae La Kosa. Dae La Kosa adalah nama salah seorang yang diduga menjadi pemilik kebun di sekitar Gunung Dua. Dae La Kosa adalah seorang guru ngaji yang sangat baik dan jujur. Namun pada suatu saat dia sengaja dibunuh oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, tempat ini juga pernah menjadi pos pengintaian dari Para Pemuda Pejuang Bima dalam merebut kekuasaan dari tangan Belanda dan Jepang. Disinilah tempat para pejuang merebut senjata dan menawan orang-orang Belanda. Pada perkembangan selanjutnya  tempat ini pernah menjadi Taman Makam Pahlawan sebelum dipindahkan ke Kelurahan Dara (Puskesmas Paruga Sekarang) dan selanjutnya dipindahkan ke Paman Makam Palibelo sekarang.
Hampir semua orang Bima mempercayai bahwa tempat ini sangat angker. Banyak penampakan dan peristiwa aneh yang terjadi disini. Banyak kecelakaan maut juga terjadi di sekitar tikungan Taman Ria ini. Menurut penuturan orang-orang yang melihat mahluk halus di sekitar tempat ini bahwa penghuninya adalah perempuan cantik yang selalu menggoda para pengendara dan sering sekali minta tumpangan.
Terlepas dari cerita dan sejarah Taman Ria ini. Tempat ini punya potensi besar untuk dikembangkan menjadi Taman sebagai paru-paru Kota. Kesan Angkernya dapat ditutupi dengan penataan dan pengelolaan Taman Yang Profesional. Banyak fasilitas yang bisa dibangun dan dibuat di tempat ini seperti tempat-tempat duduk, tempat bermain, tempat pementasan Budaya,  kedai-kedai dan warung-warung kecil yang menyiapkan minuman dan masakan khas Bima.Lampu dan penerangan di sekitar lokasi ini sangat dibutuhkan agar tidak gelap dan terkesan angker. Saya sangat gembira membaca berita salah satu media lokal Bima bahwa tempat ini akan ditata untuk Taman Kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar