Aneka Parang Tradisional Bima
Parang atau dalam bahasa Bima-Dompu
disebut Cila adalah senjata tajam yang

terbuat dari besi
biasa. Bentuknya
relatif sederhana tanpa pernak pernik. Kegunaannya adalah sebagai alat
potong atau alat tebas (terutama semak belukar) kala penggunanya keluar
masuk hutan. Parang juga digunakan untuk pertanian. Parang juga
merupakan senjata khas orang Melayu di kampung-kampung pada zaman
dahulu. Sedangkan masyarakat Melayu di Jawa dan Sumatera menjadikan
parang sebagai salah satu senjata pertempuran.
Ada
beberapa jenis Cila yang dikenal oleh masyarakat Bima – Dompu
yaitu Cila Mboko, Cila Gowa, Cila Golo, dan ada satu lagi yang menjadi
koleksi Museum Asi Mbojo peninggalan zaman kerajaan dan kesultanan Bima
yaitu Cila La Nggunti Rante.
Cila Mboko

Cila Mboko juga dikenal
dengan nama
Parang Bengkok. Bentuknya melengkung di ujungnya. Cila ini memiliki
panjang sekitar 30 cm. Sedangkan gagangnya memiliki panjang sekitar 20
cm. Dalam Tradisi masyarakat Bima-Dompu, Cila merupakan senjata yang
selalu dibawa kemana-mana terutama ketika menjaga kebun ataupun ladang.
Karena dapat digunakan untuk memotong ranting-ranting pohon, semak
belukar dan menjaga diri dari ancaman musuh maupun serangan binatang
buas. Pembuatan cila mboko dilakukan selama 2 hari. Harga untuk satu
buah Cila Mboko sekitar Rp. 60.000. Bahan pembuatan Cila Mboko adalah
besi sektiar 1 kg dengan harga sekitar Rp. 12.000,-
Cila Gowa
Bisa
jadi, cila ini merupakan pengaruh kebudayaan Gowa di masa lalu.
Memang

tidak ada aksesoris
dan ornamen
yang dapat membuktikan bahwa Cila ini merupakan pengaruh kebudayaan
Gowa, tapi secara turun temurun masyarakat Bima-Dompu menyebutnya dengan
Cila Gowa. Ukuran cila ini memiliki panjang 65 cm. Gagangnya memiliki
panjang sekitar 45 cm lebih panjang daripada Cila Mboko. Oleh karena
itu, Cila ini juga diberinama Cila Naru. Fungsinya juga sama dengan Cila
Mboko di atas yaitu untuk menjaga diri dan keperluan pertanian dan
berladang. Harga cila gowa sekitar Rp. 150.000. lama waktu pembuatan
selama satu minggu. Bahan-bahannya adalah besi 1 kg sama dengan
pembuatan cila mboko.
Cila Mbolo

Cila ini bentuknya agak
bundar.
Oleh karena itu dinamakan Cila Mbolo. Cila ini memiliki panjang sekitar
30 cm. Sedangkan gagangnya memiliki panjang sekitar 20 cm. Dalam Tradisi
masyarakat Bima-Dompu, Cila merupakan senjata yang selalu dibawa
kemana-mana terutama ketika menjaga kebun ataupun ladang. Karena dapat
digunakan untuk memotong ranting-ranting pohon, semak belukar dan
menjaga diri dari ancaman musuh maupun serangan binatang buas. Harga
cila mbolo sekitar Rp. 50.000,- lama pembuatan sekitar 2 hari. Bahan
baku utamanya adalah besi 1 kg
Cila Golo
Cila Golo
sebenarnya hampir sama dengan Golo atau Golok. Bedanya Cila
ini

agak panjang daripada
Golo. Cila
ini memiliki panjang sekitar 15 Cm, gagangnya ada sedikit ukiran dengan
panjang sekitar 10 cm. Harga Cila Golo sekitar Rp. 50.000. Lama
pembuatan sekitar 2 hari. Dengan bahan baku utama besi sekitar 1 kg dan
kayu jati dan sonokling untuk gagangnya.
Cila La Nggunti Rante

Parang atau golok ini
konon
memiliki kesaktian terutama jika digunakan disaat-saat genting pada masa
kejayaan kerajaan dan kesultanan Bima. Dijuluki La Nggunti Rante karena
konon dapat memotong apa saja termasuk Baja dan Besi. Menurut Kitab BO
(Kitab Kuno Kerajaan Bima) parang ini dibuat pada abad ke-14 yaitu pada
masa Pemerintahan Batara Indera Bima. La Nggunti Rante merupakan Golok
Pendek dengan panjang 25 cm dan lebar 10 cm.
Menurut Muslimin
Hamzah dalam bukunya Ensiklopedia Bima, ada
penelitian dari oleh seorang ahli dari Sri Langka bahwa kembaran parang
ini hanya ada di negerinya. Ini tentunya perlu sebuah penelitian yang
mendalam karena dalam catatan sejarah Bima Sri Langka atau Sailon
merupakan salah satu tempat pembuangan salah seorang Sultanah dari
kesultana Bima yaitu Komalasyah atau dikenal dengan Kumala Bumi Partiga
yang memerintah pada tahun 1748 – 1751). Bumi Partiga adalah sultan
perempuan dari kesultanan Bima yang merupakan sultan yang ke-7.
Parang
Sakti ini masih ada dan tersimpan di Museum Asi Mbojo. Ini
adalah kekayaan dan warisan sejarah Bima yang harus diselamatkan dari
tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab. Sebab pasca wafat Sultan
Muhammad Salahuddin pada tahun 1951 banyak koleksi Istana Bima yang
hilang. Pada masa peralihan dari kesultanan Bima kepada Pemerintahan
Swapraja Bima terjadi gelombang anti kesultanan Bima dan banyak
benda-benda pusaka yang dijarah. Tidak sedikit harta pusaka ini yang
dipalsukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab dan dijual dengan
harga miliaran rupiah. Konon, La Nggunti Rante pun pernah dijual, namun
kembali dengan sendirinya ke Istana Bima.
Hj. Siti Maryam, salah
seorang puteri Sultan Muhammad Salahuddin
menceritakan bahwa banyak kejanggalan serta misteri seputar benda pusaka
ini. Sejak tahun 1951, benda-benda pusaka ini seperti barang tak
bertuan. Dia menjadi bahan rebutan antara pihak Istana dengan aparat
Pemerintah waktu itu. Banyak benda-benda ini dijual ke Bali, dijadikan
koleksi pribadi para pejabat dan digantikan dengan imitasi untuk
mengelabui aparat penegak hukum. Karena benda-benda ini adalah cagar
budaya yang dilindungi Undang-Undang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar